- Rupiah menguat 0,40% ke 16.288 terhadap Dolar AS, didorong arus masuk ke obligasi dan meredanya ketegangan Timur Tengah.
- Gencatan senjata Iran-Israel mulai berlaku, namun dinilai masih rapuh; pemerintah Indonesia bersikap waspada.
- Pasar global menantikan rilis data inflasi PCE AS hari Jumat, yang diprakirakan akan memengaruhi arah suku bunga The Fed dan nilai tukar Rupiah.
Pada hari Rabu, nilai tukar Rupiah Indonesia (IDR) melanjutkan penguatan tajam dari perdagangan kemarin, kini mata uang tersebut tengah diperdagangkan di 16.288, menguat 0,40% terhadap Dolar AS (USD) di awal perdagangan sesi Eropa. Sentimen positif terhadap meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah serta arus beli yang solid di pasar obligasi menjadi pendorong utama penguatan Rupiah. Hari ini, pasangan mata uang USD/IDR diprakirakan bergerak dalam kisaran 16.250 hingga 16.350.
Dari kawasan Asia Pasifik, sejumlah indeks saham utama mencatatkan penguatan moderat, didorong oleh respons positif pasar terhadap gencatan senjata antara Iran dan Israel. Indeks ASX Australia naik 7 poin ke 8.562 (+0,08%), Nikkei Jepang menguat 106 poin atau 0,28% ke 38.897, dan KOSPI Korea Selatan naik 5 poin menjadi 3.108 (+0,17%).
Sebaliknya, di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru melemah, terkoreksi 30,5 poin atau 0,44% ke level 6.838. Selama sesi satu, IHSG sempat menyentuh tertinggi di 6.918 dan terendah di 6.825. Pelemahan ini mencerminkan sikap tunggu dan lihat para pelaku pasar di tengah dinamika global.
Gencatan Senjata Iran-Israel Dimulai, Pemerintah RI Memantau dengan Kewaspadaan Tinggi
Gencatan senjata antara Iran dan Israel yang dimediasi Presiden AS Donald Trump mulai berlaku pada Rabu, tak lama setelah kedua negara menyatakan bahwa serangan udara selama hampir dua minggu telah berhenti. Meski demikian, banyak pengamat menilai kesepakatan ini masih rapuh dan berisiko runtuh kapan saja. Trump sendiri mengaku frustrasi terhadap Israel yang dinilainya langsung melanggar kesepakatan damai. “Saya harus membuat Israel tenang sekarang,” ujarnya sebelum bertolak ke KTT NATO di Eropa. “Iran dan Israel telah bertempur begitu lama dan begitu keras sehingga mereka tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan,” tambahnya.
Sementara itu, utusan Khusus Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, menyebut bahwa perundingan antara Washington dan Teheran berlangsung positif. Dalam wawancara dengan Fox News, ia menyatakan, “Kini saatnya duduk bersama dan menyusun perdamaian komprehensif. Saya sangat yakin kita akan mencapainya.”
Dari dalam negeri, pemerintah Indonesia menyikapi dengan kewaspadaan tinggi. “Sekarang gencatan senjata, besok bisa tiba-tiba perang lagi. Situasi global saat ini sangat dinamis,” ujar Juru Bicara Kementerian Koordinator Perekonomian, Haryo Limanseto, seperti yang dikutip dari Tempo.
The Fed tetap Hati-Hati, Keyakinan Konsumen AS Melemah di Tengah Ketidakpastian Inflasi Tarif
Dari sisi kebijakan moneter, Ketua Federal Reserve Jerome Powell menyatakan dalam sidang di DPR AS bahwa The Fed memilih pendekatan hati-hati dan tidak terburu-buru dalam menentukan arah suku bunga. Fokus saat ini adalah menilai dampak inflasi dari tarif impor. Bila tekanan inflasi mereda, The Fed membuka ruang untuk pemangkasan suku bunga. Pedagang dana berjangka kini memprediksi pemangkasan 60 basis poin pada 2025, dengan kemungkinan dimulai pada September.
Namun, indikator keyakinan konsumen menunjukkan penurunan. Indeks Keyakinan Konsumen Conference Board pada Juni jatuh ke 93 dari 98,4 di Mei. Indeks Situasi Saat Ini turun 6,4 poin ke 129,1, sementara Indeks Ekspektasi merosot 4,6 poin ke 69. “Konsumen kurang positif terhadap kondisi bisnis saat ini dibandingkan Mei,” kata Stephanie Guichard, Ekonom Senior di The Conference Board. “Penilaian mereka terhadap ketersediaan pekerjaan juga melemah untuk bulan keenam berturut-turut, meskipun pasar tenaga kerja masih relatif kuat.”
Pasar akan Memantau Data PCE AS, Potensi Lonjakan Inflasi Bisa Pengaruhi Rupiah
Data penting yang akan dirilis dalam pekan ini termasuk estimasi akhir PDB kuartal I, pesanan barang tahan lama, dan klaim pengangguran mingguan pada Kamis. Namun, perhatian pasar tetap tertuju pada laporan Indeks Harga Belanja Konsumsi Pribadi (PCE) AS yang akan dirilis Jumat, sebagai indikator utama arah kebijakan suku bunga Federal Reserve ke depan.
Hasil dari data tersebut akan sangat memengaruhi sentimen pasar global, termasuk pergerakan nilai tukar Rupiah. Analis Senior FXStreet, Yohay Elam menyatakan, “Penting untuk ditekankan bahwa inflasi yang disebabkan oleh tarif belum muncul dalam angka karena pengurangan inventaris dan alasan lainnya.” Ia menambahkan, “Harga mungkin akan naik dalam beberapa bulan ke depan,” mengindikasikan potensi lonjakan inflasi seiring habisnya stok lama dan berlakunya harga baru yang mencerminkan beban tarif.
PerTanyaan Umum Seputar Sentimen Risiko
Dalam dunia jargon keuangan, dua istilah yang umum digunakan, yaitu "risk-on" dan "risk off" merujuk pada tingkat risiko yang bersedia ditanggung investor selama periode yang dirujuk. Dalam pasar "risk-on", para investor optimis tentang masa depan dan lebih bersedia membeli aset-aset berisiko. Dalam pasar "risk-off", para investor mulai "bermain aman" karena mereka khawatir terhadap masa depan, dan karena itu membeli aset-aset yang kurang berisiko yang lebih pasti menghasilkan keuntungan, meskipun relatif kecil.
Biasanya, selama periode "risk-on", pasar saham akan naik, sebagian besar komoditas – kecuali Emas – juga akan naik nilainya, karena mereka diuntungkan oleh prospek pertumbuhan yang positif. Mata uang negara-negara yang merupakan pengekspor komoditas besar menguat karena meningkatnya permintaan, dan Mata Uang Kripto naik. Di pasar "risk-off", Obligasi naik – terutama Obligasi pemerintah utama – Emas bersinar, dan mata uang safe haven seperti Yen Jepang, Franc Swiss, dan Dolar AS semuanya diuntungkan.
Dolar Australia (AUD), Dolar Kanada (CAD), Dolar Selandia Baru (NZD) dan sejumlah mata uang asing minor seperti Rubel (RUB) dan Rand Afrika Selatan (ZAR), semuanya cenderung naik di pasar yang "berisiko". Hal ini karena ekonomi mata uang ini sangat bergantung pada ekspor komoditas untuk pertumbuhan, dan komoditas cenderung naik harganya selama periode berisiko. Hal ini karena para investor memprakirakan permintaan bahan baku yang lebih besar di masa mendatang karena meningkatnya aktivitas ekonomi.
Sejumlah mata uang utama yang cenderung naik selama periode "risk-off" adalah Dolar AS (USD), Yen Jepang (JPY) dan Franc Swiss (CHF). Dolar AS, karena merupakan mata uang cadangan dunia, dan karena pada masa krisis para investor membeli utang pemerintah AS, yang dianggap aman karena ekonomi terbesar di dunia tersebut tidak mungkin gagal bayar. Yen, karena meningkatnya permintaan obligasi pemerintah Jepang, karena sebagian besar dipegang oleh para investor domestik yang tidak mungkin menjualnya – bahkan saat dalam krisis. Franc Swiss, karena undang-undang perbankan Swiss yang ketat menawarkan perlindungan modal yang lebih baik bagi para investor.
Informasi mengenai halaman-halaman ini berisi pernyataan berwawasan untuk masa mendatang yang melibatkan risiko dan ketidakpastian. Pasar dan instrumen yang diprofilkan di halaman ini hanya untuk tujuan informasi dan tidak boleh dianggap sebagai rekomendasi untuk membeli atau menjual sekuritas. Anda harus melakukan riset secara menyeluruh sebelum membuat keputusan investasi apa pun. FXStreet tidak menjamin bahwa informasi ini bebas dari kesalahan, galat, atau salah saji material. Juga tidak menjamin bahwa informasi ini bersifat tepat waktu. Berinvestasi di Forex melibatkan banyak risiko, termasuk kehilangan semua atau sebagian dari investasi Anda, dan juga tekanan emosional. Semua risiko, kerugian dan biaya yang terkait dengan investasi, termasuk kerugian total pokok, merupakan tanggung jawab Anda.
Berita Terkini
Pilihan Editor
Emas Mendekati Puncak Tujuh Minggu di Atas $4.300
Emas kini melepaskan beberapa keuntungan dan mempertanyakan zona kunci $4.300 per troy ons setelah sebelumnya mencapai tertinggi multi-minggu. Pergerakan ini didorong oleh ekspektasi bahwa The Fed akan memberikan penurunan suku bunga lebih lanjut tahun depan, dengan logam kuning tersebut naik meskipun Greenback menguat dan imbal hasil obligasi Pemerintah AS meningkat secara keseluruhan.
EUR/USD Berusaha Keras untuk Temukan Arah di Tengah Kenaikan USD
EUR/USD memangkas sebagian dari kenaikan sebelumnya, mengalami sedikit tekanan turun di dekat 1,1730 saat Dolar AS naik tipis. Pasar masih mencerna keputusan suku bunga terbaru dari The Fed, sambil juga menantikan lebih banyak pernyataan dari para pejabat The Fed di sesi-sesi mendatang.
GBP/USD Menembus di Bawah 1,3400 pada Bounce USD
Data Inggris yang mengecewakan membebani Sterling menjelang akhir pekan, memicu pullback pada GBP/USD ke terendah baru harian di dekat 1,3360. Melihat ke depan, acara kunci berikutnya di seberang Selat adalah pertemuan BoE pada 18 Desember.
Prakiraan Harga Litecoin: LTC Berusaha Keras untuk Melanjutkan Kenaikan, Taruhan Bullish Berisiko
Harga Litecoin (LTC) stabil di atas $80 pada saat berita ini ditulis pada hari Jumat, setelah terjadi pembalikan dari level resistance $87 pada hari Rabu. Data derivatif menunjukkan adanya akumulasi posisi bullish sementara Open Interest kontrak berjangka LTC menurun, menandakan risiko long squeeze.
Berikut adalah yang perlu Anda ketahui pada hari Jumat, 12 Desember:
Berikut adalah yang perlu Anda ketahui pada hari Jumat, 12 Desember: