Rupiah Melemah Tipis, Dolar Stabil, PDB RI Tumbuh Kuat


  • Rupiah melemah tipis ke Rp16.371 per dolar AS, sementara DXY bertahan di atas 98.
  • PDB Indonesia kuartal 2 naik 5,12% YoY, didorong lonjakan konsumsi dan investasi.
  • Ketegangan global meningkat seiring tarif baru AS dan desakan Trump pada India & Tiongkok soal minyak Rusia.

Menjelang sesi Eropa di hari Selasa, pergerakan pasar memperlihatkan kontras antara stabilitas domestik dan gejolak eksternal. Rupiah Indonesia (IDR) melemah tipis ke level Rp16.371,4 per dolar AS (USD), sedikit di bawah penutupan kemarin di Rp16.395. Meski hanya turun 0,01%, pelemahan ini mencerminkan kehati-hatian pelaku pasar valas menyusul data tenaga kerja AS (Non-Farm Payroll) yang dirilis lebih lemah dari ekspektasi. Pasangan mata uang USD/IDR diprakirakan akan bergerak terbatas antara Rp16.300-16.400.

Sementara itu, arus modal asing tetap mengalir ke pasar surat utang Indonesia. Permintaan paling kuat terlihat pada obligasi tenor 5 dan 10 tahun, menyusul daya tarik imbal hasil yang kompetitif dan ekspektasi stabilitas kebijakan domestik. Kementerian Keuangan turut memanfaatkan momentum ini dengan menggelar lelang Sukuk hari ini, menargetkan penerbitan sebesar Rp9 triliun di tengah antusiasme pasar yang tinggi.

PDB RI Tumbuh 5,12%, Momentum Konsumsi dan Investasi Dorong Narasi Pemulihan Struktural

Dari sisi makroekonomi, Indonesia mengirim sinyal kekuatan baru. Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 5,12% YoY pada kuartal 2 2025, melampaui ekspektasi pasar dan menjadi laju tercepat sejak pertengahan 2023. Lonjakan investasi tetap (6,99%) dan konsumsi swasta (4,97%) menjadi motor penggerak utama, diperkuat oleh kenaikan tajam pada ekspor (10,67%) menjelang diberlakukannya tarif baru oleh AS pada Agustus.

Secara kuartalan, PDB Indonesia naik 4,04%, menghapus kontraksi sebelumnya. Momentum ini tidak hanya tercermin dari sisi rumah tangga yang didorong bantuan tunai dan subsidi transportasi, tetapi juga dari peningkatan drastis belanja pemerintah (21,05%) dan pemulihan impor-ekspor. Kombinasi hari raya, pariwisata, dan stimulus fiskal mendorong pemulihan yang tampak lebih merata dan dalam.

DXY Bertahan di Atas 98, Pasar Global Masih Mencari Titik Keseimbangan Baru

Namun, kekuatan domestik ini berdiri di tengah lingkungan global yang semakin tidak menentu. Indeks Dolar AS (DXY) berada di 98,90, menguat 0,17% setelah gagal menembus resistance psikologis 100 pasca NFP. Kinerja DXY mencerminkan pasar yang mencari keseimbangan baru setelah data pesanan pabrik AS anjlok 4,8% di bulan Juni – berlawanan tajam dengan lonjakan 8,3% bulan sebelumnya.

Ketegangan Dagang Meningkat, Desakan Energi Meluas, Pasar Menanti Arah The Fed

Kebijakan perdagangan Presiden Trump menambah tekanan. Setelah menandatangani tarif baru hingga 41% terhadap puluhan negara, pemerintahan AS mengirim sinyal proteksionis yang lebih kuat. Negara-negara dengan surplus dagang terhadap AS akan dikenai tarif minimum 15%, sementara tarif dasar ditetapkan 10%. Ketidakpastian ini menguji ketahanan rantai pasok global, termasuk hubungan dagang AS-Tiongkok yang kembali meruncing.

Sikap geopolitik Washington makin tajam setelah Trump secara terbuka mendesak Tiongkok dan India untuk menghentikan pembelian minyak dari Rusia. Namun, ketiga pembeli utama – Tiongkok, India, dan Turki – memilih tetap melanjutkan transaksi, karena harga minyak Rusia yang lebih murah memperbesar margin kilang mereka. Rusia pun masih diproyeksikan mengantongi pendapatan hingga $153 miliar tahun ini, bahkan di bawah tekanan sanksi dan batas harga.

Di tengah semua ini, pasar kembali berspekulasi. Probabilitas pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada bulan September melonjak ke atas 90% menurut FedWatch CME, didorong oleh memburuknya data ketenagakerjaan AS. Pelaku pasar kini memasuki fase sensitif – menakar apakah laju pelonggaran akan cukup cepat untuk menstabilkan dolar, tanpa membebani ekspektasi pertumbuhan jangka panjang.

Bagi rupiah, ekspektasi penurunan suku bunga The Fed ini berpotensi membuka ruang penguatan jangka menengah, terutama jika capital inflow ke pasar obligasi domestik terus berlanjut. Namun dalam jangka pendek, ketidakpastian kebijakan dan volatilitas geopolitik masih menahan penguatan nilai tukar, membuat rupiah cenderung tertahan dalam rentang sempit sambil menanti katalis yang lebih tegas.

Pertanyaan Umum Seputar Sentimen Risiko

Dalam dunia jargon keuangan, dua istilah yang umum digunakan, yaitu "risk-on" dan "risk off" merujuk pada tingkat risiko yang bersedia ditanggung investor selama periode yang dirujuk. Dalam pasar "risk-on", para investor optimis tentang masa depan dan lebih bersedia membeli aset-aset berisiko. Dalam pasar "risk-off", para investor mulai "bermain aman" karena mereka khawatir terhadap masa depan, dan karena itu membeli aset-aset yang kurang berisiko yang lebih pasti menghasilkan keuntungan, meskipun relatif kecil.

Biasanya, selama periode "risk-on", pasar saham akan naik, sebagian besar komoditas – kecuali Emas – juga akan naik nilainya, karena mereka diuntungkan oleh prospek pertumbuhan yang positif. Mata uang negara-negara yang merupakan pengekspor komoditas besar menguat karena meningkatnya permintaan, dan Mata Uang Kripto naik. Di pasar "risk-off", Obligasi naik – terutama Obligasi pemerintah utama – Emas bersinar, dan mata uang safe haven seperti Yen Jepang, Franc Swiss, dan Dolar AS semuanya diuntungkan.

Dolar Australia (AUD), Dolar Kanada (CAD), Dolar Selandia Baru (NZD) dan sejumlah mata uang asing minor seperti Rubel (RUB) dan Rand Afrika Selatan (ZAR), semuanya cenderung naik di pasar yang "berisiko". Hal ini karena ekonomi mata uang ini sangat bergantung pada ekspor komoditas untuk pertumbuhan, dan komoditas cenderung naik harganya selama periode berisiko. Hal ini karena para investor memprakirakan permintaan bahan baku yang lebih besar di masa mendatang karena meningkatnya aktivitas ekonomi.

Sejumlah mata uang utama yang cenderung naik selama periode "risk-off" adalah Dolar AS (USD), Yen Jepang (JPY) dan Franc Swiss (CHF). Dolar AS, karena merupakan mata uang cadangan dunia, dan karena pada masa krisis para investor membeli utang pemerintah AS, yang dianggap aman karena ekonomi terbesar di dunia tersebut tidak mungkin gagal bayar. Yen, karena meningkatnya permintaan obligasi pemerintah Jepang, karena sebagian besar dipegang oleh para investor domestik yang tidak mungkin menjualnya – bahkan saat dalam krisis. Franc Swiss, karena undang-undang perbankan Swiss yang ketat menawarkan perlindungan modal yang lebih baik bagi para investor.

Bagikan: Pasokan berita

Informasi mengenai halaman-halaman ini berisi pernyataan berwawasan untuk masa mendatang yang melibatkan risiko dan ketidakpastian. Pasar dan instrumen yang diprofilkan di halaman ini hanya untuk tujuan informasi dan tidak boleh dianggap sebagai rekomendasi untuk membeli atau menjual sekuritas. Anda harus melakukan riset secara menyeluruh sebelum membuat keputusan investasi apa pun. FXStreet tidak menjamin bahwa informasi ini bebas dari kesalahan, galat, atau salah saji material. Juga tidak menjamin bahwa informasi ini bersifat tepat waktu. Berinvestasi di Forex melibatkan banyak risiko, termasuk kehilangan semua atau sebagian dari investasi Anda, dan juga tekanan emosional. Semua risiko, kerugian dan biaya yang terkait dengan investasi, termasuk kerugian total pokok, merupakan tanggung jawab Anda.

Ikuti kami di Telegram

Dapatkan pembaruan semua berita

Gabung Telegram

Berita Terkini


Berita Terkini

Pilihan Editor

Emas Tetap Tertekan di Bawah Level $4.200 Saat Pasar Bersiap Menghadapi The Fed

Emas Tetap Tertekan di Bawah Level $4.200 Saat Pasar Bersiap Menghadapi The Fed

Emas berbalik melemah setelah pembukaan Wall Street, diperdagangkan di bawah $4.200. Dolar AS menemukan dukungan tambahan di tengah suasana yang memburuk pada hari Senin saat para pelaku pasar bersiap untuk pertemuan The Fed yang akan memberikan wawasan kunci tentang prospek kebijakan jangka pendek.

EUR/USD berada di Bawah Tekanan seiring Kenaikan Imbal Hasil dan Risiko The Fed Mendominasi

EUR/USD berada di Bawah Tekanan seiring Kenaikan Imbal Hasil dan Risiko The Fed Mendominasi

EUR/USD turun 0,05% saat minggu dimulai, berkat kekuatan Dolar AS yang luas, di tengah perdagangan berombak saat para pedagang bersiap menghadapi keputusan kebijakan moneter Federal Reserve. Pada saat berita ini ditulis, pasangan mata uang tersebut diperdagangkan di 1,1637 setelah mencapai level tertinggi harian di 1,1672.

GBP/USD Turun Tipis Menuju Level 1,3300 Saat Pasar Menjadi Berhati-hati

GBP/USD Turun Tipis Menuju Level 1,3300 Saat Pasar Menjadi Berhati-hati

GBP/USD mengoreksi ke bawah menuju 1,3300 pada hari Senin setelah membukukan kenaikan di minggu sebelumnya. Pasar mengambil sikap hati-hati menjelang pertemuan The Fed yang sangat dinantikan, membuat pasangan mata uang ini sulit untuk mengumpulkan momentum bullish. 

RBA Diperkirakan akan Mempertahankan Suku Bunga di Tengah Inflasi yang Meningkat dan Pertumbuhan Ekonomi yang Stabil

RBA Diperkirakan akan Mempertahankan Suku Bunga di Tengah Inflasi yang Meningkat dan Pertumbuhan Ekonomi yang Stabil

Reserve Bank of Australia berada di jalur untuk mempertahankan Official Cash Rate tidak berubah di 3,6%, menyusul kesimpulan rapat kebijakan moneter bulan Desember pada hari Selasa. Keputusan ini akan diumumkan pada pukul 03:30 GMT, disertai dengan Pernyataan Kebijakan Moneter. Konferensi pers Gubernur RBA Michele Bullock akan berlangsung pada pukul 04:30 GMT.

Berikut adalah yang perlu diperhatikan pada hari Selasa, 9 Desember:

Berikut adalah yang perlu diperhatikan pada hari Selasa, 9 Desember:

Indeks Dolar AS (DXY) bertahan pada posisinya pada hari Senin, diperdagangkan di atas level 99,00 selama jam perdagangan Amerika saat para pelaku pasar menunggu keputusan suku bunga Federal Reserve (The Fed) dan rilis Ringkasan Proyeksi Ekonomi (SEP) yang terbaru.

MATA UANG UTAMA

INDIKATOR EKONOMI

ANALISA